Sejak serangan Israel terhadap Palestina pada Oktober 2023, gelombang boikot terhadap produk yang diduga berafiliasi dengan Israel, termasuk Starbucks, semakin meluas dan berdampak pada operasional bisnis serta penurunan harga saham perusahaan. Boikot yang marak di media sosial, khususnya Twitter, menjadi latar belakang penting dalam menganalisis hubungan antara sentimen publik dan pergerakan harga saham Starbucks.
Studi ini meneliti hubungan antara sentimen publik di Twitter dan pergerakan harga saham Starbucks Corporation (SBUX) menggunakan analisis sentimen dan teknik machine learning. Pengumpulan data dilakukan dari Januari 2023 hingga Juni 2024, mengumpulkan total 997.760 tweet yang berisi kata kunci "SBUX" atau "Starbucks" untuk tujuan analisis sentimen dan klasifikasi. Dari jumlah tersebut, 718.584 tweet dari Januari 2023 hingga Desember 2023 digunakan untuk melatih model, sementara 279.176 tweet dari Januari 2024 hingga Juni 2024 digunakan untuk pengujian dan analisis korelasi dengan data harga saham yang sesuai. Data harga saham yang digunakan dari Januari hingga Juni 2024 diambil dari Yahoo Finance, yang terdiri dari 124 titik data harian dan 868 titik data per jam.
Klasifikasi model sentimen yang digunakan adalah Multinomial Naïve Bayes, dan akurasi yang diperoleh adalah 75% dengan nilai AUC di atas 0,90, yang menunjukkan kinerja model yang baik. Namun demikian, hasil pengujian hubungan antara sentimen dengan pergerakan harga saham menggunakan uji lambda menunjukkan nilai kurang dari 0,1 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara sentimen dan pergerakan harga saham baik pada kerangka waktu harian maupun per jam. Hasil ini menunjukkan bahwa, dalam kasus khusus ini, sentimen media sosial mungkin bukan prediktor pergerakan harga saham yang andal, terutama dalam konteks faktor sosial-politik eksternal yang juga memengaruhi persepsi publik terhadap Starbucks.