Negara yang mampu menyediakan trotoar dengan baik dan benar adalah negara dengan peradaban yang tinggi. Hal ini bukanlah isapan jempol semata. Apabila anda berkunjung ke negara maju, anda akan melihat bagaimana pejalan kaki dan pengguna transportasi publik sangat dimanjakan. Namun kita dapat menemui kondisi yang berbeda disini. Seringkali kita melihat kondisi trotoar yang memprihatinkan. Trotoar yang rusak, diokupasi pengguna sepeda motor, menjadi tempat parkir, atau menjadi tempat berjualan adalah pemandangan yang sering kita temui.
Keprihatinan atas kondisi tersebut penulis tuangkan kewat film dokumenter “Merebut Hak (Kembali)”. Film ini menceritakan sebuah realita bagaimana pejalan kaki di Jakarta terpinggirkan oleh pihak-pihak yang mengokupasi trotoar dengan tidak bertanggung jawab. Bersama Koalisi Pejalan Kaki, sebuah LSM yang memperjuangkan hak-hak pejalan kaki, penulis akan menjabarkan bagaimana kondisi sesungguhnya di lapangan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat secara kasat mata agar audiens terinspirasi untuk bertindak. Lewat film ini pula, penulis ingin membantu Koalisi Pejalan Kaki dalam mensosialisasikan keberadaan trotoar.
Pada pembuatan tugas akhir ini, penulis akan menerapkan teknik-teknik produksi film dokumenter, melalui pendekatan praproduksi, produksi, dan pascaproduksi yang baik sehingga dapat menghasilkan film dokumenter yang memiliki konten yang kuat dan artistik yang baik, sehingga dapat membuat penonton tertarik untuk menontonnya. Melalui proses produksi yang panjang, film “Merebut Hak (Kembali)” akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Dengan durasi sepuluh menit, film ini menampilkan kondisi jalanan Jakarta yang sesungguhnya serta kaya akan pesan yang dapat penonton ambil darinya.