Bea dan cukai adalah salah satu sumber pemasukan negara terhadap barang 
ekspor, impor ataupun barang yang mempunyai karakteristik tertentu yang perlu 
diawasi. Saat ini realisasi penerimaan terhadap bea dan cukai di Provinsi Jawa Barat 
belum optimal didapatkan. Indikasi permasalahan realisasi penerimaan bea dan cukai 
diindikasikan karena komunikasi yang belum baik yang diukur dengan indikator 
membership negotiation, self structuring, activity coordination, dan institutional 
positioning. 
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komunikasi secara organisasional 
dalam usaha meningkatkan kinerja karyawan yang bekerja di Instansi Bea dan Cukai 
Provinsi Jawa Barat menggunakan teori McPhee. Pengumpulan data pada penelitian 
ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada informan pendukung dan 
informan ahli. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif 
dengan pendekatan kualitatif dengan tujuan dapat digali fenomena mendalam 
mengenai pola komunikasi di bea dan cukai secara lebih mendalam.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebelumnya komunikasi 
Instansi Bea dan Cukai belum terpusat karena belum ada proses digitalisasi, tidak 
semua karyawan bekerja sesuai dengan minat, pekerjaan diawasi KPK sehingga 
membuat prosedur lebih lambat dikerjakan untuk menghindari kesalahpahaman KPK, 
human error, ketidakjujuran, ketidakpatuhan dan penyelundupan yang dilakukan oleh 
masyarakat, industrial assistance, barang rusak, dan pandemik Covid-19 adalah 
faktor yang berkontribusi terhadap masih rendahnya realisasi penerimaan cukai. Oleh 
karena itu, Instansi Bea dan Cukai perlu mengadakan kesepahaman perjanjian dengan 
banyak badan usaha atau pengusaha dalam menyusun kebijakan, komunikasi yang 
tidak hanya memanfaatkan intranet saja untuk komunikasi internal, dan bekerja 
dengan baik bukan dengan tujuan formalitas saja. 
Kata Kunci: Bea Cukai, Digitalisasi, Pandemik Covid-19, dan Komunikasi 
Organisasi.