Tren konsumsi kopi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan seiring dengan pergeseran gaya hidup masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Fenomena ini melahirkan model bisnis inovatif seperti kopi keliling, yang kini menjadi populer di kota-kota besar, termasuk Bandung. Salah satu brand kopi keliling yang sedang berkembang di Bandung adalah brand XYZ. Brand ini menerapkan sistem distribusi langsung ke konsumen menggunakan sepeda listrik sebagai armada operasional. Meskipun telah memiliki target zona penjualan, mekanisme penentuan titik lokasi jualan yang masih berdasarkan asumsi individu pedagang menyebabkan cakupan permintaan menjadi belum optimal. Banyak potensi area dengan permintaan tinggi belum tersentuh secara sistematis, yang berdampak pada belum maksimalnya volume penjualan brand tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem distribusi wilayah pedagang kopi keliling brand XYZ yang mampu memperluas cakupan demand berdasarkan data spasial dan potensi permintaan aktual.
Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan pendekatan Maximal Covering Location Problem (MCLP) untuk menentukan lokasi titik jualan terbaik, dan K-Means Clustering untuk pembagian wilayah operasional tiap pedagang berdasarkan kedekatan geografis. Model MCLP diformulasikan dengan memaksimalkan total bobot permintaan (estimasi demand) yang dapat tercakup oleh fasilitas penjualan dalam batas jumlah maksimum titik jualan dan radius layanan tertentu. Estimasi demand diperoleh dari institusi pendidikan yang memiliki jumlah siswa/mahasiswa tinggi, karena berdasarkan sejumlah literatur empiris, zona pendidikan menunjukkan perilaku konsumsi kopi yang tinggi dan konsisten. Penelitian ini memanfaatkan 20 titik permintaan yang berasal dari institusi pendidikan di Bandung, dan 40 titik kandidat lokasi jualan yang ditentukan berdasarkan kriteria visibilitas, aksesibilitas, dan kedekatan terhadap titik permintaan. Jarak maksimum cakupan ditetapkan berdasarkan daya tempuh sepeda listrik pedagang, yakni 700 meter (setara radius operasional). Implementasi model dilakukan menggunakan bahasa pemrograman Python dengan solverGurobi untuk menyelesaikan MCLP, serta pemanfaatan metode Silhouette Score dalam K-Means untuk menentukan jumlah klaster optimal dalam pembagian wilayah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model MCLP berhasil mencakup seluruh titik permintaan (100%) dengan hanya memilih 15 dari 40 titik kandidat lokasi jualan, yang menandakan efisiensi alokasi fasilitas. Titik-titik jualan yang terpilih terdistribusi secara strategis di sekitar zona pendidikan, sesuai dengan hasil analisis potensi permintaan tertinggi. Sementara itu, model K-Means menghasilkan tiga klaster wilayah distribusi yang seimbang berdasarkan kedekatan spasial, memudahkan proses penugasan pedagang ke area kerja masing-masing. Pembagian ini didasarkan pada analisis silhouette score, dengan hasil optimal pada jumlah klaster tiga (skor 0,4948), yang menggambarkan struktur wilayah yang cukup kompak namun tetap terpisah secara jelas. Dengan kombinasi kedua model tersebut, penelitian ini memberikan solusi konkret dan terukur dalam hal perencanaan distribusi kopi keliling. Brand XYZ kini dapat memiliki sistem wilayah operasional yang lebih terstruktur, berbasis data permintaan yang nyata, dan tidak lagi mengandalkan preferensi subjektif dari pedagang. Implikasi dari hasil ini adalah peningkatan efisiensi operasional dan perluasan cakupan demand yang sebelumnya belum tergarap secara optimal. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berkontribusi secara akademik dalam pengembangan model distribusi UMKM berbasis spasial, namun juga memberikan manfaat praktis langsung dalam mendukung keputusan strategis brand kopi keliling dalam menata ulang sistem distribusinya untuk peningkatan kinerja penjualan.
Kata Kunci - kopi keliling, MCLP, k-means, titik jual optimal, wilayah operasional