Proyek Rempang Eco City ini sudah dicanangkan sejak tahun 2004 melalui kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dengan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dan baru terealisasikan di tahun 2023. Pulau Rempang nantinya akan dialihkan menjadi kawasan industri, perdagangan, dan wisata terintegrasi. Namun, proyek ini mendapatkan resistensi dari masyarakat adat Rempang. Masyarakat adat menolak untuk direlokasi, resistensi tersebut memicu konflik antar masyarakat adat dengan Pemerintah Indonesia. Adanya perlawanan dari masyarakat terhadap pemerintah menunjukkan pemerintah belum menangani krisis ini dengan komunikasi yang tepat. Masalah yang menjadi fokus penulis adalah bagaimana analisis isi pesan konferensi pers ketika krisis relokasi Rempang berlangsung. Tujuan penelitian ini adalah isi pesan konferensi pers pada krisis relokasi Rempang yang berlangsung melalui pengamatan pembukaan, isi, dan penutupan konferensi pers. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode Semiotika Charles Sanders Peirce yang berfokus pada analisis trikotomi tanda yang meliputi representamen, objek, dan interpretan. Hasil penelitian menunjukkan komunikasi krisis yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui spokesperson, Bahlil Lahadalia dijalankan melalui tiga level komunikasi yakni pembukaan, isi, dan penutupan konferensi pers.
Kata Kunci: Komunikasi Krisis, Konferensi Pers, Masyarakat Adat, Rempang, Relokasi